Kumpulan Puisi Sastrawan Legend Sapardi Djoko Damono - LPM HITAM PUTIH

Terkini

Home Top Ad

Space Iklan Di Sini

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Thursday, April 11, 2024

Kumpulan Puisi Sastrawan Legend Sapardi Djoko Damono



Dihimpun dari berbagai sumber, berikut kumpulan puisi dari sastrawan kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940 ini.

1. Duka-Mu Abadi


Dukamu adalah dukaku
Air matamu adalah air mataku
Kesedihan abadimu
Membuat bahagiamu sirna
Hingga ke akhir tirai hidupmu
Dukamu tetap abadi

Bagaimana bisa aku terokai perjalanan hidup ini
Berbekalkan sejuta dukamu
Mengiringi setiap langkahku
Menguji semangat jituku
Karena dukamu adalah dukaku
Abadi dalam duniaku!

Namun dia datang
Meruntuhkan segala penjara rasa
Membebaskan aku dari derita ini
Dukamu menjadi sejarah silam
Dasarnya 'ku jadikan asas
Membangunkan semangat baru
Biar dukamu itu adalah dukaku
Tindakanku biarkan ia menjadi pemusnahku!

2. Sementara Kita Saling Berbisik


Sementara kita saling berbisik
untuk lebih lama tinggal
pada debu, cinta yang tinggal berupa
bunga kertas dan lintasan angka-angka

Ketika kita saling berbisik
di luar semakin sengit malam hari
memadamkan bekas-bekas telapak kaki,
menyekap sisa-sisa unggun api sebelum fajar

Ada yang masih bersikeras abadi

3. Yang Fana adalah Waktu


Kita abadi memungut detik demi detik
merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa

"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu
Kita abadi

4. Perahu Kertas


Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas
dan kau layarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang
dan perahumu bergoyang menuju lautan.

"Ia akan singgah di bandar-bandar besar," kata seorang lelaki tua.
Kau sangat gembira, pulang dengan berbagai gambar warna-warni di kepala.

Sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.

Akhirnya kau dengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
"Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit"

5. Hatiku Selembar Daun


Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput
nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini
ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput
sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.

6. Sihir Hujan


Hujan mengenal baik pohon, jalan,
dan selokan - suaranya bisa dibeda-bedakan;
kau akan mendengarnya meski sudah kau tutup pintu dan jendela.
Meskipun sudah kau matikan lampu.

Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh
di pohon, jalan dan selokan -
menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh
waktu menangkap wahyu yang harus kau rahasiakan


7. Aku Ingin


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

8. Pada Suatu Hari Nanti


Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini.
kau akan tetap kusiasati,

Pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari

9. Hujan Bulan Juni


Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

10. Sajak Kecil tentang Cinta


Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat

Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintaimu harus menjelma aku

11. Sajak Tafsir


Kau bilang aku burung?
Jangan sekali-kali berkhianat
kepada sungai, ladang, dan batu.

Aku selembar daun terakhir
yang mencoba bertahan di ranting
yang membenci angin.

Aku tidak suka membayangkan
keindahan kelebat diriku
yang memimpikan tanah,
tidak mempercayai janji api yang akan
menerjemahkanku ke dalam bahasa abu.

Tolong tafsirkan aku sebagai daun terakhir
agar suara angin yang meninabobokan
ranting itu padam.

Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat
untuk bisa lebih lama bersamamu.

Tolong ciptakan makna bagiku,
apa saja - aku selembar daun terakhir
yang ingin menyaksikanmu bahagia
ketika sore tiba.

12. Ia Tak Pernah


Ia tak pernah berjanji kepada pohon
untuk menerjemahkan burung
menjadi api

Ia tak pernah berjanji kepada burung
untuk menyihir api
menjadi pohon

Ia tak pernah berjanji kepada api
untuk mengembalikan pohon
kepada burung


No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages