Tanggapan Ketua BPM FH: Demokrasi Kampus Dirusak, Pemira Cacat Sejak Awal
Hitam Putih News-UNTAD, Penetapan Paslon Nomor Urut 2 sebagai Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Tadulako oleh Majelis Mahasiswa (MM), Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas Hukum UNTAD menyampaikan kritik keras terhadap jalannya proses Pemira yang menurutnya sejak awal sudah cacat secara sistemik. (28/6/2025)
Menanggapi polemik penetapan Paslon Nomor Urut 2 sebagai Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Tadulako oleh Majelis Mahasiswa (MM), Moh. Fattur selaku ketua BPM Fakultas Hukum angkat bicara. Ia menyampaikan keresahannya terhadap proses Pemira yang dinilai banyak kejanggalan dan telah mencederai prinsip demokrasi kampus.
"Yang jelas, dengan MM mengeluarkan putusan menetapkan Paslon No. 2 sebagai Presma dan Wapresma UNTAD 2025 itu sudah merusak dan mencederai tatanan sistem demokrasi kampus," tegas Fattur. Ia menyebut bahwa Pemira kali ini telah dipenuhi banyak persoalan, mulai dari penyusunan regulasi hingga verifikasi pencalonan yang dianggap hanya formalitas belaka.
Fattur juga mengungkap bahwa dalam RDP yang digelar sebelumnya, BPM telah mengkritisi RUU Pemira yang mencantumkan syarat SK Lembaga sebagai dokumen pencalonan. Meski banyak penolakan, syarat tersebut tetap disahkan hingga menjadi UU Pemira. “Bagi saya, Pemira yang diselenggarakan oleh Majelis Mahasiswa UNTAD beserta Panitia Pelaksana itu dari awal sudah bobrok dan terlalu banyak terpolitisasi!” Ujar Fattur.
Selain itu, ia menyinggung konflik kelembagaan di Fakultas Hukum terkait dugaan pemalsuan SK Lembaga oleh salah satu paslon, yang sempat ditangani BPM. Menurut Fattur, hasil RDP menyatakan bahwa SK yang digunakan oleh Cawapresma Paslon 01 adalah mal administrasi. Ia menilai ini menjadi salah satu pemicu utama terjadinya sengketa hasil Pemira BEM Untad. Sehingga persyaratan administrasi yang diajukan oleh Gunawan Aprilyanto untuk pencalonan Wakil Presiden Mahasiswa UNTAD periode 2025 adalah cacat secara administrasi berdasarkan surat keputusan Rektor Universitas Tadulako.
Pada postingan press release mengenai pelanggaran yang membuat pihak majelis mahasiswa menggugurkan salah satu paslon, terdapat komentar yang mengatakan bahwa Putusan MM mengugurkan salah satu paslon hanya berdalih pada RDP yang tidak memiliki kekuatan hukum. Menanggapi komentar tersebut, Fattur pun memberikan klarifikasi.
“Untuk komentar yang mengatakan RDP dari BPM itu tidak memiliki kekuatan hukum, saya rasa itu hanya pandangan mereka yang terlalu sepele dengan RDP dari BPM. RDP oleh BPM merupakan wadah untuk teman-teman kelembagaan FH sebagai tempat menyelesaikan suatu permasalahan serta pembahasan yang kemudian mengarah pada kesejahteraan kelembagaan di FH, yang di mana menghasilkan putusan-putusan yang harus dipenuhi BPM sebagai bentuk keterwakilan dan disepakati serta dijalankan oleh kelembagaan FH sebagai produk hukum yang dikeluarkan oleh BPM,” jelasnya.
“Disclaimer sedikit, hari ini yang dijalankan oleh BPM bukan hanya hadir dari pemikiran pengurus BPM itu sendiri, tetapi kami juga melibatkan peran Pembina dan akademisi yang paham akan hal-hal tersebut. Dan kemudian ketika ada mahasiswa yang komentar RDP itu tidak sebagaimana harusnya, sepertinya mereka perlu belajar untuk mengimplementasikan ilmunya, bukan hanya memperbanyak teori setelah itu bicara sana sini. Saya anggap itu tidak relevan,” tambahnya.
Di tengah sorotan tajam terhadap Majelis Mahasiswa, Ketua BPM Moh. Fatur justru mengajak publik kampus untuk melihat masalah secara lebih jujur dan menyeluruh. Ia menilai bahwa rusaknya demokrasi kampus bukan semata-mata karena keputusan MM, melainkan juga akibat paslon-paslon yang sejak awal tak layak maju.
"Saya sepakat ketika dikatakan hari ini sistem tatanan demokrasi kampus kita itu rusak. Saya sepakat ketika kemudian dikatakan bahwa UNTAD darurat demokrasi, namun saya merasa lucu ketika mereka yang menaikkan tagline tersebut seakan-akan cuci tangan, seolah-olah mereka bersih. Semua menyudutkan MM, semua menyalahkan MM, tapi banyak yang tidak sadar dan tidak berani berkomentar pada jagoan-jagoan mereka sebagai Paslon Pemira BEM-UNTAD 2025 kemarin," bebernya.
"Kita ketahui sendiri secara persyaratan dan fakta lapangan tidak ada yang layak untuk dipilih sebagai Presma dan Wapresma UNTAD. Jagoan 01 maju dengan SK palsu, Jagoan 02 maju dengan track record bermasalah pada LPJ, Jagoan 03 maju bertarung tapi bukan mahasiswa aktif. Namun kembali lagi, ketika proses verifikasi berkas hanya formalitas, inilah dampak yang terjadi. Bahkan yang tidak memenuhi persyaratan pun kemudian bisa lolos." tambahnya.
Fattur menegaskan bahwa dosa yang di tanggung dari rusaknya demokrasi kampus bukan hanya milik MM, melainkan juga seluruh paslon dan tim suksesnya. Ia menyesalkan bahwa lebih dari 8.400 pemilih telah dikhianati oleh proses yang tidak sehat dan jauh dari etika demokrasi.
Terakhir, Fattur menyayangkan sikap MM yang tetap mengeluarkan keputusan penetapan meski terdapat sengketa yang belum tuntas. “Bagi saya, ketika hasil Pemira itu terjadi sengketa, MM lebih bijak dalam mengambil & mengeluarkan keputusan, daripada menaikkan paslon yang kemudian dinilai merusak demokrasi kampus, kenapa tidak MM menunjuk atau mengangkat PJS (Penanggung Jawab Sementara) sampai kemudian menghadapi Pemira selanjutnya,” tutupnya.
Reporter: Jalil
Editing: Tim LPM Hitam Putih
#PersMudaMenginspirasi

No comments:
Post a Comment