Hitam putih News-UNTAD, menanggapi hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) BPM FH yang menyatakan dirinya mengalami cacat administrasi, Calon Wakil Presiden Mahasiswa (WAPRESMA) nomor urut 01 Universitas Tadulako memberikan klarifikasi resmi terkait status kepengurusannya di BEM Fakultas Hukum.(01/7/2025)
Dinamika pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Tadulako terus berkembang, terutama setelah hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan oleh sejumlah kelembagaan Fakultas Hukum menyatakan bahwa salah satu kandidat mengalami cacat administrasi. Kandidat yang dimaksud pun akhirnya angkat bicara untuk meluruskan informasi yang dinilai tidak berdasar secara hukum.
Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa tudingan cacat administrasi tidak memiliki dasar hukum administrasi yang kuat. Ia menyampaikan bahwa dirinya pernah secara sah diangkat sebagai Sekretaris BEM Fakultas Hukum 2025 melalui Surat Keputusan (SK) resmi yang dikeluarkan oleh Ketua BEM FH.
"Saya menjabat kurang lebih selama satu minggu sebelum mengundurkan diri secara tertulis karena diberikan kepercayaan untuk mengikuti kontestasi pemilihan presma dan wapresma. Pengunduran diri ini juga dilakukan dengan itikad baik dan sesuai prosedur," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa persyaratan pencalonan sebagai presiden dan wakil presiden mahasiswa telah diatur secara jelas dalam Pasal 14 ayat (2) poin I UU PEMIRA, yang menyebutkan bahwa calon harus “Pernah menjabat sebagai pengurus inti dalam organisasi mahasiswa,” dengan pembuktian berupa SK dari lembaga di lingkungan Untad.
Menurutnya, SK dari Ketua BEM FH merupakan bukti autentik dan sah secara hukum administrasi. Isu cacat administrasi ini muncul karena beberapa pihak mempertanyakan absennya namanya dalam SK Rektor mengenai kepengurusan BEM FH.
Padahal, ia menegaskan bahwa dalam konteks hukum administrasi, keputusan (beschikking) dibedakan menjadi dua, yaitu konstitutif dan deklaratif. "SK yang dikeluarkan oleh Ketua BEM FH bersifat konstitutif karena menciptakan akibat hukum berupa penetapan jabatan saya sebagai sekretaris saat itu. Sementara SK Rektor bersifat deklaratif setelah mencatat susunan terakhir, bukan menghapus fakta bahwa saya pernah menjabat," jelasnya.
Ia pun menolak tudingan pemalsuan atau manipulasi dokumen, seraya menegaskan bahwa penggunaan SK tersebut dalam proses pencalonan sudah sesuai dengan konteks syarat dan peraturan yang berlaku.
"SK itu tidak dipalsukan, tidak dimanipulasi, dan digunakan sebagaimana mestinya. Jika hasil RDP menyatakan saya cacat administrasi tanpa memperhatikan aspek yuridis ini secara menyeluruh, maka saya menghargai prosesnya, namun saya tidak dapat menyetujui kesimpulan yang lahir dari tafsir keliru terhadap dokumen hukum," tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan harapan agar dinamika demokrasi kemahasiswaan tetap dijaga dengan menjunjung tinggi fakta dan hukum, bukan asumsi dan persepsi semata.
"Jika kita keliru membedakan antara prosedur administratif dan asumsi politik, maka yang dirugikan adalah integritas organisasi itu sendiri," tegasnya.
Reporter : Isra
Editing : Tim LPM Hitam Putih
#PersMudaMenginspirasi
No comments:
Post a Comment