SineNgata: Arsipkan Sinema Kampung, Hidupkan Kembali Jejak Sinema Lokal
Hitam Putih News-UNTAD, Kegiatan pemutaran dan diskusi film bertajuk SineNgata (Sinema Kampung) resmi digelar di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Kegiatan ini merupakan inisiatif Halaman Belakang Films sebagai bagian dari penguatan budaya sinema lokal serta pengarsipan sejarah film dan diskursusnya di wilayah Sulawesi Tengah. Acara ini menghadirkan film lokal dan diskusi terbuka bersama masyarakat, komunitas film, dan pelaku seni. (29/05/2025)
Disaat yang sama, salah satu program yang turut diperkenalkan adalah Sine Ngata sebuah inisiatif yang lahir dari kesadaran bersama akan pentingnya pengarsipan sinema, khususnya di tingkat lokal Sulawesi Tengah. Program ini menjadi jawaban atas kegelisahan terhadap minimnya dokumentasi sejarah dan perkembangan sinema lokal, yang selama ini lebih banyak diwariskan lewat tradisi tutur.
“Kalau saya mau membahasakan di konteks lokal Sulawesi Tengah, kita ini kebanyakan tradisinya bukan tradisi menulis, kita kan tradisi tutur begitu. Dan yang jadi problem adalah ketika tidak ada lagi orang yang bisa menuturkan informasi itu, kita akan kehilangan konteks ataupun sejarah terkait sinema,” ujar Ka Ifdhal, Koordinator Kegiatan SineNgata.
Dengan landasan itulah Sine Ngata diinisiasi bukan hanya sebagai ruang pengarsipan film, tetapi juga sebagai upaya mencatat perkembangan pengetahuan sinema, termasuk diskusi-diskusi yang lahir darinya. Hal ini menjadi langkah penting dalam merawat jejak sinema lokal agar tidak hilang ditelan waktu.
Nama Sine Ngata sendiri berasal dari kata "ngata" yang berarti kampung. Menurut Ifdhal, pemilihan nama ini merepresentasikan semangat bahwa sinema kini telah menjadi bagian dari keseharian masyarakat. “Film ini sudah menjadi budaya tontonan yang sejak lama sampai hari ini sangat melekat dengan masyarakat. Bahkan akses menonton hari ini sudah sangat terbuka lebar. Kita tidak hanya datang ke bioskop, tidak hanya ke ruang pemutar tertentu, tapi kita bisa mengakses tontonan lewat HP,” jelasnya.
Karena itulah, Sine Ngata dianggap sebagai cerminan bahwa film bukan hanya milik ruang-ruang eksklusif, tapi sudah menjadi alat komunikasi yang sangat dekat dengan masyarakat, bahkan hingga ke kampung-kampung.
“Sebenarnya kegiatan ini positif sekali, dan ini bagus juga untuk ekosistem komunitas film dan juga untuk arsip-arsip film di Sulawesi Tengah. Apresiasi sekali buat penyelenggara karena event seperti ini tidak hanya ajang silaturahmi, tapi juga jadi etalase bagi film-film yang sudah diproduksi oleh sineas-sineas Sulawesi Tengah. Jadi ini sebagai wadah apresiasi lah untuk karya-karya kami,” apresiasi Ka Uki, selaku peserta Sine Ngata dan sutradara film pendek “Tadulako Mild” yang menjadi salah satu dari sepuluh film yang diputar malam tadi.
Ia juga menambahkan bahwa kegiatan ini menjadi wadah yang mempertemukan generasi awal sineas Sulawesi Tengah dengan penonton yang lebih muda atau calon-calon sineas muda.
“Jadi ini bisa menimbulkan motivasi dan inspirasi bagi calon-calon sineas baru untuk tetap berkarya,” tutup Ka Uki.
Melalui Sine Ngata, masyarakat diajak untuk tidak hanya menjadi penonton pasif, tetapi turut aktif dalam membentuk ekosistem sinema yang hidup dan relevan dengan konteks lokal. Harapannya, program ini tidak berhenti sebagai sebuah acara sesaat, melainkan terus berkembang menjadi gerakan kolektif untuk menjaga ingatan sinema Sulawesi Tengah tetap menyala dari kampung ke layar, dari cerita ke arsip, dari generasi ke generasi.
Reporter: Jalil, Dea
Editing : Tim LPM Hitam Putih
#PersMudaMenginspirasi
No comments:
Post a Comment